Selasa, 20 Juli 2010

LAPORAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN "Pengenalan Gulma "

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu areal pertanaman, kemunduran produksi merupakan hal yang sering terjadi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemunduran produksi adalah karena Adanya gangguan gulma. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena dapat merugikan dalam hal menurunkan hasil produksi yang bisa dicapai oleh tanaman.
Kehadiran gulma sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang lingkup, mengotori kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma, dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat toksin (racun) serta sebagai tempat hidup atau inang tempat berlindungnya hewan-hewan kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat berkembang biak dengan baik, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian dan menurunkan produktivitas air. (Anonim, 2009).
Dalam kurun waktu yang panjang, kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Olehnya, untuk menangani masalah gulma, maka perlu dilakukan identifikasi gulma yang dimaksudkan untuk membantu para petani dalam usaha menentukan program pengendalian gulma secara terarah sehingga produksi dapat ditingkatkan sebagaimana yang diharapkan. Adapun pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara preventif (pencegahan), secara fisik, pengendalian gulma
dengan sistem budidaya, secara biologis, secara kimiawi dan secara terpadu
(Anonim,2009).
1.2 Tujuan dan kegunaan
Tujuan dilaksanakannya Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Gulma adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis gulma yang tumbuh di areal pertanaman Cabe rawit.
Kegunaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Gulma yaitu agar dapat mengidentifikasi dan mengetahui ciri-ciri morfologi dari jenis-jenis gulma apa saja yang tumbuh di areal pertanaman cabe rawit.



















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat-sifat gulma
Gulma mudah tumbuh pada setiap tempat atau daerah yang berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi, dapat bertahan hidup pada daerah kering, lembab bahkan tergenang, mampu beregenerasi atau memperbanyak diri besar sekali, dapat berkembang biak dengan cepat, mempunyai zat berbentuk senyawa kimia seperti cairan berupa toksin (racun) yang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tanaman pokok, bagian-bagian tumbuhan gulma yang lain dapat tumbuh menjadi individu gulma yang baru, seperti akar, batang, umbi dan lain sebagainya, sehingga memungkinkan gulma unggul dalam persaingan (berkompetisi) dengan tanaman budidaya, dapat dibedakan menjadi beberapa golongan atau kelompok berdasarkan bentuk daun, daerah tempat hidup (habitat), daur atau siklus hidup,
sifat botani dan morfologi,serta cara perkembangbiakan (Anonim, 2009).
2.2 Gulma Teki-Tekian
Gulma golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae. Ciri khas dari kelompok teki ini adalah Batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga. Buahnya tidak membuka, daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula), ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku, Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. dan pada sebagian besar sistim
perakarannya terdiri dari akar rimpang (rhizome) dan umbi (tuber). Contoh dari goongan gulma teki-tekian adalah Cyperus rotundus, Fimbristylis littoralis,
Scripus juncoides dll (Anonim, 2009).
2.3 Gulma Berdaun Lebar
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala, pertulangan daun umunya menyirip. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus,
Portulaca olerace, Lindernia sp (Anonim, 2009).
2.4 Perkembangbiakan Gulma
Gulma mampu berkembangbiak secara generatif maupun vegetatif. Perkembangbiakan gulma secara generatif dapat melalui biji, dimana biji-biji gulma dapat tersebar jauh karena ukurannya kecil sehingga dapat terbawa angin, air, hewan ataupun bulu-bulu (rambut halus) yang menempel pada biji, seperti pada biji Emilia sonchifolia, Vernonia sp, dan dapat melalui spora, dimana spora ini bila telah matang dapat diterbangkan oleh angin. Contoh gulma ini kebanyakan dari keluarga paku-pakuan seperti Nephrolepsis bisserata, Lygopodiu sp. Sedangkan secara vegetatif, gulma dapat berkembangbiak dengan melalui rhizoma (akar rimpang), yang merupakan batang beserta bagian-bagiannya yang manjalar di dalam tanah yang kemudian membentuk individu baru, melalui tuber (umbi) yang merupakan pembengkakan dari batang ataupun akar yang digunakan sebagai tempat penyimpanan atau penimbun cadangan makanan, melalui stolon yang merupakan bagian batang menyerupai akar yang menjalar di atas permukaan tanah, melalui bulbus (umbi lapis) yang merupakan tempat menyimpan makanan cadangan tetapi bentuknya berlapis-lapis,daun yang merupakan tempat muncul tunas menjadi individu baru, dan melalui runner (Sulur) yang merupakan stolon yang keluar dari ketiak daun dimana internodianya (ruas) sangat panjang dan dapat membentuk tunas pada bagian ujung
(Anonim, 2009).
2.5 Pengendalian
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pembersihan ternak yang akan diangkut, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya. Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa. Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya.
Secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma baik secara selektif maupun non selektif, kontak atau sistemik, digunakan saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya (Anonim,2009).


















III. METODE PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman mengenai Pengenalan Gulma dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Waktu pelaksanaannya pada
hari Rabu, tanggal 2 Desember 2009, Pukul 14.00 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis menulis dan buku gambar.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gulma yang ada pada lahan tanaman budidaya cabe rawit
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama mengambil gulma yang ada pada lahan pertanaman cabe rawit, lalu mengamati atau mengidentifikasi jenis gulma tersebut, setelah itu, menggambar jenis gulma serta memberikan keterangan pada gambar tersebut.







IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, maka diperoleh hasil sebagai berikut :










Gambar 59. Morfologi Gulma Elatine triandra .











Gambar 60. Morfologi Gulma Amaranthus gracilis












Gambar 61. Morfologi Gulma Phyllanthus urinaria








Gambar 35. Morfologi tanaman tomat (Licopersicum esculentum) yang terserang
nematoda Meloidogyne spp.




Gambar 62. Morfologi Gulma Cyperus pumilus



4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis gulma Elatine triandra memiliki ciri morfologi yaitu pada daun berbentuk bulat dengan pangkal daun membulat dan ujung daun tumpul, tulang daun menyirip, batang daun berbentuk bulat, pertumbuhannya merambat, dan berakar serabut.
Elatine triandra merupakan rumput liar tahunan yang tumbuhnya merambat, umumnya bercabang banyak, bentuk tebal dengan panjang 1 - 15 cm. bunganya kecil berselang seling. Bunganya mempunyai daun bunga yang biasanya berjumlah 2 - 3, yang berselaput seperi bujur telur dengan warna merah muda atau putih dengan ukuran 1 - 1,25 mm. benang sari bunganya 3 dengan 2 kepala putik. Biasanya berbunga sepanjang tahun, tempat hidup biasanya di dekat-dekat danau atau daerah-daerah yang berair, juga di jumpai di lahan-lahan sawah (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis gulma Amaranthus gracilis memiliki ciri morfologi yaitu pada daun berbentuk bulat telur dengan ujung daun yang tumpul, berwarna hijau, tulang daun menyirip, berbatang tegak dan berakar tunggang.
Amaranthus gracilis memiliki morfologi dengan ciri daun bulat telur memanjang berbentuk lanset, panjang daun 5–8 cm, ujung daun tumpul dan pangkal daun runcing, tangkai daun berbentuk bulat dan permukaannya opacus, memiliki daun tunggal berwarna kehijauan, panjang tangkai daun 0,5-9,0 cm. Batang berbentuk bulat, lunak, berair dan tumbuh tegak, dapat mencapai satu meter dengan percabangan monopodial, serta memiliki sistem perakaran tunggang (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, morfologi jenis gulma Phyllanthus urinaria memiliki ciri daun berbentuk oval memanjang dengan ujung daun yang tumpul, tepi daun rata, berwarna hijau, dalam satu tangkai terdiri dari ± 15-25 anak daun, bercabang-cabang, tulang daun menyirip, batang tumbuh tegak, dan berakar tunggang.
Phyllanthus urinaria merupakan tanaman semusim, yang tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya berkisar antara 30 cm sampai 50 cm, daun berbentuk bulat telur, dengan ujung tumpul, pangkal membulat, panjang 1,5 cm, lebar 7 mm, tepi daun rata, berwarna hijau, dengan anak daun berjumlah 15-24 dalam satu tangkai tinggi tanaman kurang dari 50 cm, tidak berambut, memiliki bunga tunggal, buah berwarna hijau keunguan dan Biji berbentuk ginjal berwarna coklat serta merupakan tanaman berakar tunggang (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis gulma Cyperus pumilus memiliki ciri morfologi yaitu daun berbentuk pita, ujung daun meruncing, tepi daun rata, berwarna hijau mengkilat, daun terdiri dari 4-10 helai terdapat pada pangkal batang, tulang daun sejajar, batang tumpul berbentuk segitiga dan berakar serabut.
Cyperus pumilus merupakan jenis tanaman herba menahun, tinggi dapat mencapai 10 cm sampai 80 cm. Daun berbentuk pita, berjumlah 4–10 helai dan letaknya berjejal pada pangkal batang, dengan pelepah daun yang tertutup tanah, helaian daun bentuk garis, dari atas hijau tua mengkilat, memiliki bunga berwarna hijau kecoklatan, batang tumpul sampai persegi tiga tajam, tinggi batang mencapai 10-75 cm, dan berakar serabut (Anonim, 2009).
Selain cara kimiawi, pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pembersihan ternak yang akan diangkut, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya. Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor untuk memberantas gulma., pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa. Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya (Anonim,2009).











V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian
2. Gulma dapat menimbulkan kerugian-kerugian karena mengadakan persaingan dengan tanaman pokok, mengotori kualitas produksi pertanian, menimbulkan allelopathy, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian dan menurunkan produktivitas air
3. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara preventif (pencegahan), secara fisik, pengendalian gulma dengan
sistem budidaya, secara biologis, secara kimiawi dan secara terpadu.
5.2 Saran
Dalam pelaksanaan praktikum pengenalan gulma, sebaiknya jenis-jenis gulma yang diidentifikasi dapat ditentukan dengan pasti.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Gulma. http://wapedia.mobi/id/Gulma. Diakses pada tanggal
5 Desember 2009
, 2009. Identifikasi Gulma. http://angga1503.wordpress.com/ 2009/01/02/ identifikasi-gulma. Diakses 4 Desember 2009
, 2009. Klasifikasi Gulma. http://pertanian.blogdetik.com/ 2009/02/28/klasifikasi-gulma/. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009
, 2009. Gulma Rumput. http://tustiana.blogspot.com/2009/02/laporan-gulma-rumput.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009
, 2008. Phyllanthus Urinaria. http://toiusd.multiply.com/journal/ item/ 88/phyllanthus urinaria. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009
,2009. Amaranthus sp. http://www.org/Pier/species/ amaranthus_sp . html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009
,2009. Pengenalan Gulma sphttp://bystrekermraanmedancity. blogspot.com/2009/08/pengenalan-gulma.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009
, 2008. Phyllanthus Urinaria. http://toiusd.multiply.com/journal/item/ 48/Cyperus_rotundus. Diakses pada tanggal 5 Desember 2009

LAPORAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN "Hama Pada Tanaman Hortikultura dan Perkebunan"

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan adalah jenis tanaman yang dinilai baik bagi para petani untuk dibudidayakan. Selain karena sesuai dengan lahan pertanian dan menjadi komoditas yang banyak tersebar diberbagai wilayah, pergiliran tanaman-tanaman hortikultura dapat dilakukan setiap tahunnya, sesuai permintaan pasar yang seringkali berubah-ubah. Demikian halnya tanaman perkebunan yang dengan sekali penanaman dapat hidup bertahun-tahun sehingga dapat terus memberi penghasilan yang dapat membantu meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan para petani.
Akan tetapi tidak jarang dalam tiap kegiatan pembudidayaannya, seringkali berhadapan dengan berbagai macam kendala diantaranya adalah serangan hama. Hama merupakan semua binatang yang aktifitasnya menimbulkan kerusakan pada tanaman sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu dan berdampak pada kerugian secara ekonomis. Salah satu jenis hama yang menyerang tanaman adalah hama jenis serangga (Insekta). Serangga terbagi dalam beberapa ordo sesuai dengan ciri khas masing-masing, diantaranya berdasarkan tipe mulut yang terbagi atas tipe mulut menggigit, mengunyah, menjilat, menusuk, mengisap, menggerek (Anonim, 2009).



1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Serangga Hama pada Tanaman Hortikultura dan Perkebunan adalah untuk mengetahui ciri morfologi, gejala serangan serta pengendalian dari jenis-jenis serangga hama yang menyerang tanaman hortikultura dan perkebunan.
Kegunaan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Serangga Hama pada Tanaman Hortikultura dan Perkebunan yaitu agar dapat mengetahui dengan jelas ciri-ciri morfologi, dan gejala serangan yang diakibatkannya serta pengendalian dari serangga hama yang menyerang tanaman hotikultura dan perkebunan.






















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kutu Putih (Pseudococcus sp.)
Kutu putih Pseudococcus sp. memiliki tubuh berbentuk oval, warna badannya kuning kecoklatan, kuning muda atau kuning tua, lunak dengan segmen yang jelas, panjang 3–4 mm dan lebar 1,5–2 mm, seluruh tubuhnya dilindungi oleh lapisan tebal seperti lilin atau tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih. Kutu putih Pseudococcus sp. merupakan jenis hama yang dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dengan mengisap cairan sel daun tanaman inang sehingga menyebabkan perubahan bentuk yang tidak normal, daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh bengkok dan jarak antar ruas daun memendek, warna bagian tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati, pada tanaman terserang kutu-kutu putih tampak seperti kapas
(Angga, 2009).
2.2 Larva Lalat Buah (Dacus sp.)
Larva lalat buah Dacus sp. terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih keruh atau putih kekuningan, larva menetas di dalam buah cabai. Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Larva membuat saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah, lama-kelamaan buah akan rusak, rontok dan menjadi busuk basah. Bila buah tersebut terbuka, di dalamnya akan terlihat adanya belatung yang merupakan larva dari lalat buah. Larva ini berwarna putih kekuningan dan dapat melenting dari buah masuk ke dalam tanah melalui lubang kecil yang dibuatnya, didalam tanah larva kemudian menjadi pupa. Setelah pupa berumur 4-10 hari, maka pupa
berubah menjadi serangga/lalat buah dewasa (Lena, 2009).
2.3 Larva Helicoverpa armigera
Larva (ulat) Helicoverpa armigera merupakan jenis ulat dengan tipe mulut penggigit, larva ini disebut juga Heliothis armigera. Larva (ulat) kecil mempunyai warna yang menarik dan berubah sesuai dengan pertumbuhannya. Pertama-tama berwarna putih kekuningan dengan kepala berwarna hitam, kemudian hijau pucat, kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan hitam kemerah-merahan. Panjang ulat dapat mencapai 3,45 cm. Kepompong dibentuk di dalam tanah, lama masa kepompong 12-14 hari. Pada buah tomat, ulat ini masuk kedalam buah dengan cara melubangi buah, setelah itu memakan bagian dalam buah. Kerusakan yang ditimbulkannya pada buah tomat cukup berat, yaitu buah yang terserang akan rusak, lama-lama rontok dan menjadi busuk basah setelah penyakit sekunder ikut masuk dalam buah. Selain pada tomat, ulat Helicoverpa armigera dapat juga
menyerang cantel, tembakau, kapas, jagung dan kentang (Anonim, 2009).
2.4 Larva Spodoptera exigua
Larva Spodoptera exigua adalah larva dengan tipe mulut penggigit. Larva muda yang menetas dari telur akan bergerombol pada sisi bagian bawah daun. Ulat-ulat kecil ini mulai memakan daging daun dan meninggalkan lapisan terluar dari daun (epidermis) yang berupa lapisan tipis berwarna putih tembus pandang. larva muda umumnya berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Sedangkan ulat yang besar (larva dewasa) dapat memakan urat-urat daun sehingga daun akan berlubang-lubang, umumnya warna larva dewasa adalah hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Selain pada bawang, tanaman inang lain dari ulat ini yaitu cabe, kubis, padi, jagung, tomat, tebu,
buncis, jeruk, tembakau, terung, kentang dll (Hildayani, 2009).
2.5 Kutu Putih Aphys gossypii
Kutu putih Aphys gossypii memiliki ciri morfologi yaitu alat mulut menusuk menghisap, ada yang tidak bersayap, dan ada yang bersayap, nimfa dan imago hidup bergerombol, warna umumnya hijau ayau, hijau kehitaman, dan kadang-kadang berwarna coklat. Hama ini biasanya menyerang tanaman pada saat udara kering, dan suhu tinggi. Cara hama ini menyerang adalah dengan menghisap cairan sel pada daun. Untuk tanaman cabe keriting (Capsicum annum), bagian tanaman yang diserang biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Hama ini hidup bergerombol hingga mampu menutupi bagian pucuk tanaman. Daun yang diserang akan mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan hebat akan menyebabkan pertumbuhan tanaman mengerdil, daun menjadi keriting. Hama ini juga merupakan vektor (pembawa) penyakit virus. Hama dapat mengeluarkan kotoran embun madu, sehingga kadang pada tanaman yang terdapat banyak kutu ini akan ditemui semut-semut yang akan memanfaatkan kotorannya, selain itu juga membuat tanaman tertutup lapisan hitam dari cendawan jelaga. Cendawan ini menghalangi butir hijau daun (klorofil) untuk mendapatkan sinar matahari sehingga proses fotosintesa pada tanaman menjadi terganggu dan lama-kelamaan bisa mati
(Anonim, 2009).
2.6 Larva Plutella xylostella
Larva Plutella xylostella memiliki tipe alat mulut penggigit, umumnya mudah dibedakan dengan larva serangga hama lainnya karena larva ini tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya. Larva terdiri atas empat instar. Ukuran larva instar keempat 10-12 mm. Kepala berwarna kuning muda terdapat bintik-bintik gelap. Tubuhnya berwarna hijau muda terdapat bulu hitam tipis. Apabila disentuh larva bereaksi ganas, menjatuhkan diri dan membentuk benang sutera. Pupa terletak pada daun atau batang, seperti jalinan benang berwarna putih sehingga nampak seperti kumparan benang. Ketika larva (ulat) muda menetas dari telur, maka larva akan mulai untuk menyerang tanaman dengan cara mengorok daun kubis selama 2-3 hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga daun seperti berjendela dan akhirnya sobek serta membentuk lubang-lubang kecil. Apabila tingkat populasi larva tinggi, maka seluruh daun akan
dimakan dan hanya tulang daun yang ditinggalkan (Sari, 2009).

2.7 Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella)
Hama Conopomorpha cramerella merupakan serangga tipe penggerek. Pada larva memiliki panjang sekitar 1,2 cm dan berwarna ungu muda hingga putih, lama hidup dalam buah kakao antara 14–18 hari. Untuk imago panjangnya 7 mm, lebar 2 mm, memiliki sayap depan berwarna hitam bergaris putih, pada setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna hitam, memiliki antena yang panjang serta runcing. Serangga ini aktif pada malam hari, dan pada siang hari biasanya berlindung di tempat lembab dan tidak terkena sinar matahari. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) tergolong serangga hama yang sulit dikendalikan, karena setelah telur menetas, larva yang keluar akan langsung bergerak dan mulai membuat gerekkan lubang tepat di bawah tempat meletakkan telur, lalu masuk ke dalam buah kakao. Di dalam buah, larva akan menggerek daging buah kakao tepat di bawah plasenta (saluran makanan). Bahkan bagian diantara biji serta plasentanya pun ikut digerek, sehingga menyebabkan biji gagal berkembang karena menjadi saling melekat dan bentuknya
kecil serta ringan (Anonim, 2009).
2.8 Kumbang Kelapa (Oryctes rhynoceros)
Kumbang Oryctes rhynoceros merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang melewati stadia telur, larva, pupa, dan imago. Pada fase imago, kumbang ini berwarna gelap sampai hitam sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus. Pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan terdapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas di belakang kepala. Gejala serangan hama pada daun terjadi setelah kumbang menggerek ke dalam batang tanaman, yaitu memakan pelepah daun muda yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang sedang terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka. Bekas guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa. Pada tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat menyebabkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Bila serangan sampai merusak titik tumbuh, maka kelapa tidak dapat membentuk daun baru lagi dan akhirnya mati. Pada serangan
hebat, mengakibatkan ribuan pohon kelapa akan binasa (Anonim, 2009).
2.9 Belalang Pedang (Sexava sp.)
Belalang pedang (Sexava sp.) memiliki tipe mulut penggigit dan penguyah, kepala (Caput) yang terdapat antena, dada (Toraks), perut (Abdomen), terdapat tiga pasang tungkai dan memiliki sayap. nimfa berukuran 7 cm sampai 9 cm, berwarna hijau kadang-kadang coklat. Masa perkembangan 40 hari. Gejala serangannya pada daun tanaman kelapa yaitu merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda, kulit buah dan bunga-bunga. Merajalela pada musim kemarau dan pada serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja (Saleh, 2008).





III. METODE PRAKTEK
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman mengenai Pengenalan Serangga Hama pada Tanaman Hortikultura dan Perkebunan dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Waktu pelaksanaannya pada hari Rabu, tanggal
09 Desember 2009, Pukul 14.00 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis menulis dan buku gambar. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) dan gejala serangannya pada buah kakao (Theovroma cacao), belalang pedang (Sexava sp.) dan gejala serangannya pada daun kelapa (Coconut nucifera), Ulat daun bawang merah (Spodooptera exigua) dan gejala serangannya pada tanaman bawang merah (Allium cepa), ulat daun kubis (Plutella xylostella) dan gejala serangannya pada daun kubis (Brosica oleracea), larva lalat buah (Dacus sp.) dan gejala serangannya pada tanaman cabe keriting (Capsicum annum), kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) dan gejala serangan, larva kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros), ulat pada buah tomat (Helicoverpa armigera) dan gejala serangannya pada buah tomat (Persicum esculentum), kutu putih (Pseudococcus sp.) dan gejala serangannya pada daun mangga (Mangifera indica) , serta kutu putih (Aphys gossypii) dan gejala serangannya pada daun cabe keriting (Capsicum annum).
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama mengambil serangga dari berbagai jenis yang didasarkan pada gejala serangannya pada tumbuhan, yaitu serangga pemakan, penghisap, penggerek dll., kemudian mengamati morfologi dari serangga tersebut lalu menggambarnya pada buku gambar serta memberikan keterangan pada gambar tersebut sesuai hasil pengamatan.

















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :



Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Warna keputihan
5. Tungkai






Gambar 16. Morfologi Kutu Putih (Pseudococcus sp.)


Ket :
1. Terdapat bintik-bintik hitam pada daun.
2. Terdapat bercak putih pada daun.










Gambar 17. Gejala Serangan Kutu Putih (Pseudococcus sp.)





Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen







Gambar 18. Morfologi Larva Lalat Buah (Dacus sp.)




Ket :
1. Terdapat bintik hitam pada buah.








Gambar 19. Gejala Serangan Larva Lalat Buah (Dacus sp.)





Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Tungka
5. Warna keputihan
6. antenna


Gambar 20. Morfologi Ulat (Helicoverpa armigera)





Ket :
1. Buah tampak berlubang.
2. Terdapat bercak hitam pada buah.







Gambar 21. Gejala Serangan Ulat (Helicoverpa armigera) pada Buah Tomat (Lycopersicum esculentum).



Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Kaki
5. Antena
6. Mulut
7. Warna kehijauan
bergaris


Gambar 22. Morfologi Ulat Daun Bawang Merah (Spodoptera exigua)





Ket :
1. Daun tampak berlubang







Gambar 23. Gejala serangan Ulat Daun Bawang Merah (Spodoptera exigua) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum).




Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. antenna
5. warna keputihan





Gambar 24. Morfologi Kutu Putih (Aphis gossypii).





Ket :
1. Terdapat bercak putih pada daun.
2. Daun mengerut






Gambar 25. Gejala Serangan Kutu Putih (Aphis gossypii) pada Daun Cabai Keriting (Capsicum annum).



Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Kaki
5. Mulut
6. Antena
7. Warna Kehijauan
8. Mata

Gambar 26. Morfologi Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella)





Ket :
1. Daun tampak berlubang-lubang.








Gambar 27. Gejala Serangan Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella) pada Tanaman Kubis (Brosica oleracea).




Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Kaki
5. Mulut
6. Antena
7. Warna Kehijauan
8. Mata

Gambar 28. Morfologi Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella)



Ket :
1. Terdapat bekas gerekan pada biji
2. Biji berwarna kehitaman







Gambar 29. Gejala Serangan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella) pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao).

Ket :
1. Caput
2. Tanduk
3. Antena
4. Mandibula
5. Toraks
6. Abdomen
7. Kaki depan
8. Kaki tengah
9. Kaki belakang
10. Sayap


Gambar 30. Morfologi Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros) pada Daun Tanaman Kelapa (Coconut nucifera).




Ket :
1. Daun tampak berlubang








Gambar 31. Gejala Serangan Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros) pada Daun Tanaman Kelapa (Coconut nucifera).



Ket :
1. Caput
2. Toraks
3. Abdomen
4. Kaki
5. Mulut
6. Antena
7. Warna keputihan
8. berbentuk huruf C

Gambar 32. Morfologi Larva Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros).



Ket :
1. Caput
2. Antena
3. Mata
4. Mandibula
5. Toraks
6. Abdomen
7. Kaki
8. Sayap




Gambar 33. Morfologi Belalang Pedang (Sexava sp.)




Ket :
1. Daun tampak rusak dan berlubang.







Gambar 34. Gejala Serangan Belalang Pedang (Sexava sp.) pada Daun Tanaman Kelapa (Coconut nucifera).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, kutu putih Pseudococcus sp. pada daun mangga (mangifera indica) memiliki ciri morfologi yaitu mempunyai caput, thorax dan abdomen, berbentuk bulat memanjang, bersegmen, warna badannya kuning kecoklatan, dengan panjang sekitar 2–3 mm dan lebar sekitar 1–1,5 mm. Gejala serangan Pseudococcus sp. yaitu pada bagian daun yang terserang nampak bercak putih seperti kapas, daun mengeriting, permukaan daun terdapat bintik-bintik hitam, menjadi kasar dan kotor.
Kutu putih Pseudococcus sp. memiliki tubuh berbentuk oval, warna badannya kuning kecoklatan, kuning muda atau kuning tua, lunak dengan segmen yang jelas, panjang 3–4 mm dan lebar 1,5–2 mm, seluruh tubuhnya dilindungi oleh lapisan tebal seperti lilin atau tawas dan dikelilingi dengan karangan benang-benang tawas berwarna putih. Memiliki gejala serangan yaitu perubahan bentuk yang tidak normal, daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh bengkok dan jarak antar ruas daun memendek, warna bagian tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati, pada tanaman terserang kutu-kutu putih tampak seperti kapas (Angga, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, larva lalat buah Dacus sp. memiliki ciri morfologi yaitu berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing, mempunyai caput, thorax dan abdomen. Gejala serangan yang ditimbulkannya pada buah yaitu menjadi busuk basah.
Larva lalat buah Dacus sp. terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih keruh atau putih kekuningan. Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada bagian pangkalnya, menjadi rusak, rontok dan menjadi busuk basah. Bila buah tersebut terbuka, di dalamnya akan terlihat adanya belatung yang merupakan larva dari lalat buah (Lena, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan, larva Helicoverpa armigera memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk bulat memanjang, berwarna putih kekuningan. Terdiri atas caput, toraks, abdomen dan tungkai. Gejala serangan yang ditimbulkan antara lain pada buah tampak berlubang, terdapat bercak hitam dan busuk.
Larva (ulat) Helicoverpa armigera berwarna putih kekuningan dengan kepala berwarna hitam, panjang ulat dapat mencapai 3,45 cm, memiliki tipe mulut penggigit. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu buah yang terserang akan rusak, lama-lama rontok dan menjadi busuk basah setelah penyakit sekunder ikut masuk dalam buah (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, Larva Spodoptera exigua memiliki ciri morfologi yaitu tubuh berbentuk bulat memanjang, berwana hijau muda, mempunyai caput, thorax, abdomen dan tungkai. Gejala serangannya yaitu pada daun nampak berlubang-lubang.
larva muda Spodoptera exigua umumnya berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Sedangkan ulat yang besar (larva dewasa) umumnya warna larva dewasa adalah hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Gejala serangannya yaitu daun menjadi berlubang-lubang, Serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat (Hildayani, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, kutu putih pada daun cabe keriting (Aphys gossypii) memiliki ciri morfologi yaitu berwarna putih, mempunyai caput, thorax, abdomen dan tungkai. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu daun mengerut dan terdapat bercak berwarna putih.
Kutu putih Aphys gossypii memiliki ciri morfologi yaitu alat mulut menusuk menghisap, ada yang tidak bersayap, dan ada yang bersayap, nimfa dan imago hidup bergerombol, warna umumnya hijau ayau, hijau kehitaman, dan kadang-kadang berwarna coklat. Daun yang diserang akan mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan hebat akan menyebabkan pertumbuhan tanaman mengerdil, daun menjadi keriting. Hama ini juga merupakan vektor (pembawa) penyakit virus. Hama dapat mengeluarkan kotoran embun madu, sehingga kadang pada tanaman yang terdapat banyak kutu ini akan ditemui semut-semut yang akan memanfaatkan kotorannya, selain itu juga membuat tanaman tertutup lapisan hitam dari cendawan jelaga (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, larva Plutella xylostella memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk bulat memanjang, mempunyai caput, thorax, abdomen dan tungkai serta berwarna hijau muda. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu daun nampak berlubang-lubang.
Larva Plutella xylostella memiliki tipe alat mulut penggigit, tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya. Ukuran larva instar keempat 10-12 mm. Kepala berwarna kuning muda terdapat bintik-bintik gelap. Tubuhnya berwarna hijau muda terdapat bulu hitam tipis. Gejala serangannya yaitu berlubang-lubang kecil. Apabila tingkat populasi larva tinggi, maka seluruh daun akan dimakan dan hanya tulang daun yang ditinggalkan (Sari, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan, penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) memiliki ciri morfologi yaitu mempunyai caput,thorax, abdomen dan tungkai, memiliki bentuk tubuh bulat memanjang, berwarna putih kekuningan. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu pada biji buah nampak berwarna hitam, rusak dan saling menempel.
Hama Conopomorpha cramerella merupakan serangga tipe penggerek. Pada larva memiliki panjang sekitar 1,2 cm dan berwarna ungu muda hingga putih, lama hidup dalam buah kakao antara 14–18 hari. Untuk imago panjangnya 7 mm, lebar 2 mm, memiliki sayap depan berwarna hitam bergaris putih, pada setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna hitam, memiliki antena yang panjang serta runcing. Gejala serangannya yaitu terdapat lubang gerekan bekas keluarnya larva. biji-bijinya saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, kumbang kelapa Oryctes rhynoceros memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk menyerupai huruf ”C”, berukuran seperti biji durian, mempunyai caput, thorax, abdomen, kaki, mulut, mata, berwarna keputihan. Gejala serangannya yaitu pada daun nampak berlubang-lubang.
Pada fase imago, kumbang Oryctes rhynoceros berwarna gelap sampai hitam sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus. Pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas di belakang kepala. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu bekas gigitannya pada daun seperti bekas guntingan (Anonim, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan, Belalang pedang (Sexava sp.) memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk bulat memanjang, berwarna coklat kehijauan, mempunyai caput,mata, antena, thorax, abdomen, mandibula, tiga pasang tungkai, dan sayap. Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu pada daun nampak berlubang-lubang.
Belalang pedang (Sexava sp.) memiliki tipe mulut penggigit dan penguyah, kepala (Caput) yang terdapat antena, dada (Toraks), perut (Abdomen), terdapat tiga pasang tungkai dan memiliki sayap. nimfa berukuran 7 cm sampai 9 cm, berwarna hijau kadang-kadang coklat. Masa perkembangan 40 hari. Gejala serangannya pada daun tanaman kelapa yaitu merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda, kulit buah dan bunga-bunga. Merajalela pada musim kemarau dan pada serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja (Saleh, 2008).










V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hama yang menyerang tanaman hortikultura dan perkebunan, umumnya pada fase larva menimbulkan kerusakan pada tanaman sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu dan berdampak pada kerugian secara ekonomis.
2. Serangga terbagi dalam beberapa ordo sesuai dengan ciri khas masing-masing, diantaranya berdasarkan tipe mulut yang terbagi atas tipe mulut menggigit, mengunyah, menjilat, menusuk, mengisap, menggerek dll.
3. Gejala serangan yang disebabkan oleh serangga hama berbeda-beda sesuai
tipe mulutnya masing-masing.
5.2 Saran
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya gejala serangan yang ditimbulkan oleh masing-masing hama dapat lebih dijelaskan.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Serangan Kutu Putih pada Tanaman. http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-2.htm. Diakses pada tanggal
12 Desember 2009
______, 2009. Tanaman Hortikultura. http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
______, 2009. Jenis-jenis Hama dan Penyakit. http://rumahkuhijau.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.

______, 2009. Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan Metode Pengendaliannya. http://www.tanindo.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
______, 2009. Agribisnis Tomat. http://agribisnistomat.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
______, 2009. Aphis Gossypii. http://www.tanindo.com.htm Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
Angga, 2009. Kutu Putih. http://angga1503.wordpress.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009
Hildayani, 2009. Hama dan Penyakit Tanaman Setahun. http://hild@yani.scribd.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
Lena, 2009. Pengantar Perlindungan Tanaman. http://l3na.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
Saleh, 2008. Integrated Agricultural Farming System. http://salehp3t.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.
Sari, 2009. Ulat Daun Kubis. http://sarimanis.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Desember 2009.

LAPORAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN "Pengenalan Penyakit Tanaman Disebabkan Oleh Bakteri dan Virus"

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerusakkan pada tanaman diketahui tidak hanya merupakan akibat dari serangan hama, namun dapat juga disebabkan karena gangguan penyakit. Secara biologi Penyakit tumbuhan adalah proses fisiologi yang tidak normal dalam badan tumbuhan, yang dapat menyebabkan kerugian langsung pada petani, karena dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hasil.

Penyakit yang menyerang tanaman biasanya menimbulkan gejala-gejala atau ciri khas sehingga dapat memudahkan untuk mengetahui penyakit yang menyerang tanaman. Selain Jamur, Penyakit tumbuhan dapat pula disebabkan oleh bakteri dan virus.

Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dengan ukuran sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri, serta mengambil bahan makanan secara parasitis dengan cara menghisapnya melalui dinding sel. Bakteri diketahui memiliki empat bentuk, diantaranya berbentuk batang (baksilus), bulat (kokkus), koma (vibrion), dan spiral (spirilum). Virus merupakan organisme subselular yang berukuran sangat kecil, lebih kecil dari bakteri sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup sehingga virus disebut parasit yang biotroph. Gejala serangan penyakit virus sering tidak dapat dibedakan dengan gejala kekurangan unsur hara, pengaruh faktor lingkungan yang ekstrim ataupun pengaruh pencemaran bahan kimia. Yang membedakan penyakit tanaman karena serangan virus dengan penyakit tanaman Non-patogenik (yang bukan disebabkan oleh patogen) adalah bahwa penyakit tanaman yang terserang virus dapat ditularkan pada tanaman yang sehat, sedangkan tanaman Non-patogenik tidak dapat ditularkan. Agar terhindarnya tanaman dari penyakit, maka pengetahuan lebih lanjut tentang bakteri dan virus harus dikembangkan untuk mendapatkan pengendalian peyakit yang

efektif (Triharso, 2004).

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri morfologi tanaman yang terserang penyakit disebabkan oleh bakteri dan virus.

Kegunaan dari praktikum ini adalah dapat mengetahui secara jelas ciri morfologi tanaman yang terserang penyakit, serta mengetahui perbedaan tanaman yang terserang bakteri ataupun tanaman yang terserang virus.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Darah pada Pisang

Gejala serangan Penyakit Darah pada Pisang (Blood Disease Bacterium) dapat dilihat Pada tanaman pisang dewasa yang sudah berbuah, yaitu pada daun ketiga atau keempat dari atas (pucuk) mulai menguning serta disusul dengan daun-daun berikutnya lalu mengering. Akibatnya pertumbuhan buah tidak sempurna. Apabila buah-buah pisang tersebut di potong atau di belah terlihat adanya cairan atau getah kental berwarna coklat kemerahan yang berbau busuk, Pada bagian dalam bungkul dan batang pisang yang sudah terkena penyakit, apabila dipotong bagian tengah terlihat bintik-bintik berwarna coklat kemerahan. Akhirnya berlanjut tanaman pisang akan menjadi kering dan mati (Anonim, 2009).

Menurut Triharso (2004), Bakteri penyebab timbulnya penyakit darah pada pisang adalah bakteri “Pseudomonas solanacearum”. Penularan bakteri ini dapat terjadi karena tanaman pisang berasal dari bibit yang sakit, singgahnya serangga penyerbuk pada bunga (jantung) pisang, dan dapat pula melalui alat-alat pertanian dan aliran air.

Dalam siklus hidupnya, bakteri Pseudomonas solanacearum dapat bertahan dalam tanah, kemudian dapat terbawa oleh tanah yang dihanyutkan air. Dari dalam tanah, bakteri ini dapat menginfeksi akar-akar pisang dan batang pisang melalui luka-luka (Semangun, 2004).

Adapun pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan Sanitasi, agar lingkungan kebun pisang agar selalu bersih. Menerapkan sistem drainase yang baik, menggunakan peralatan yang steril/dibersihkan dulu. Pemupukan dengan bahan organik akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme antagonis untuk membunuh bakteri perusak, Isolasi spot, yaitu membungkus bunga pisang dengan kain agar tidak di kunjungi oleh serangga penular sampai selesai pembungaan serta Eradikasi/pemusnahan, yaitu menebang semua pisang yang ada pada lahan tersebut, dan diganti dengan tanaman pisang yang tahan terhadap penyakit darah pisang

(Anonim, 2009).

2.2 Layu Bakteri pada Tomat

Gejala serangan penyakit layu bakteri pada tomat, dapat dilihat dari menjadi layunya beberapa daun muda atau menguningnya daun-daun tua (daun-daun sebelah bawah). Dan jika batang, cabang atau tangkai daun tanaman sakit dibelah, maka akan tampak berkas pembuluh berwarna coklat. Empulur sering juga berwarna kecoklatan. Pada stadium penyakit yang lanjut, bila batang dipotong, dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu. Adanya massa lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu fusarium. Olehnya penyakit layu bakteri sering juga disebut penyakit lendir (Semangun, 2004).

Pseudomonas solanacearum merupakan penyebab penyakit Layu bakteri pada tomat. Bakteri ini berbentuk batang dengan ukuran 0,5 x 1,5 µm, tidak berspora, bergerak dalam satu bulu cambuk (Flagellum). Penularan bakteri ini dapat terjadi karena tanaman tomat berasal dari bibit yang sakit, dan dapat pula melalui alat-alat pertanian dan aliran air (Anonim, 2009).

Menurut Semangun (2004), Mula-mula bakteri Pseudomonas solanacearum terangkut dalam pembuluh kayu yang besar, kemudian pada batang yang lunak Bakteri masuk ke dalam ruang antar sel dalam kulit dan empulur, menguraikan sel-sel sehingga terjadi rongga-rongga pada tanaman tomat dan menginfeksinya. Atau dapat juga terbawa oleh tanah yang dihanyutkan air kemudian menginfeksi akar-akar tanaman tomat.

Adapun pengendalian dapat dilakukan dengan cara Sanitasi, agar selalu bersih. Menerapkan sistem drainase yang baik, menggunakan peralatan yang steril/dibersihkan dulu. Pemupukan dengan bahan organik akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme antagonis untuk membunuh bakteri perusak

(Anonim, 2009).

2.3 Kacang Tanah yang Terserang Penyakit Bercak Daun (PMoV dan PStV)

Menurut Semangun (2004), Pada Tanaman kacang tanah, Gejala serangan PMoV (Peanut Mottle Virus) dapat dilihat dari belang-belang pada daun yang tidak teratur, berwarna hijau tua dan hijau muda, tulang-tulang daun agak melekuk, dan tepi daun agak menggulung keatas. Infeksi yang terjadi pada waktu tanaman masih muda sering menyebabkan terjadinya gejala belang dengan cincin-cincin klorotis. Olehnya, PMoV sering juga disebut penyakit belang. Sedangkan Gejala serangan PStV (Peanut Stripe Virus) terlihat dari adanya garis-garis putus-putus (diskontinu), dan pada daun terjadi gejala mosaik yang berat, serta terdapat corak tertentu yang bilurnya meluas, sehingga mirip sekali dengan gejala penyakit belang. PStV sering juga disebut dengan penyakit bilur.

Menurut Triharso (2004), belang pada daun kacang tanah disebabkan oleh Virus Belang Kacang Tanah atau PMoV (Peanut Mottle Virus). Virus ini mempunyai zarah-zarah berbentuk batang lentur, mempunyai panjang 700-750 nm, bertahan terhadap keasaman antar PH 4-8. Sedangkan bilur pada daun kacang tanah disebabkan oleh Virus Bilur Kacang Tanah atau PStV (Peanut Stripe Virus). Zarah virus PStV berbentuk batang lentur yang panjangnya ± 750 nm, didalam sel tanaman sakit terdapat badan inklusi yang mirip dengan cakra.

Daur hidup PMoV (Peanut Mottle Virus) pada kacang tanah dapat diketahui dari ditularkannya penyakit oleh kutu daun Aphis craccivora Koch. Satu sampai tiga ekor kutu telah cukup untuk menularkan penyakit. Dalam badan kutu, virus hanya dapat bertahan selama 24 jam karena virus bersifat nonpersisten, Selanjutnya kutu yang mengandung virus sudah dapat menularkan virus ke tanaman sehat jika dibiarkan mengisap selama 3 menit. Kemudian pada daur hidup PStV (Peanut Stripe Virus), penyakit dapat ditularkan secara mekanis oleh serangga dan dapat terbawa oleh biji tanaman sakit. PStV dapat pula ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora Koch,

dengan cara yang sama pada PMoV (Anonim, 2009).

Menurut Tjahjadi (2002), Pengendalian terhadap PMoV (Peanut Mottle Virus ) dapat dilakukan dengan menanam bibit kacang tanah yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap penyakit belang, serta mengadakan pertanaman yang rapat agar kurang mendapat gangguan dari penyakit belang. Sedangkan pengendalian terhadap PStV (Peanut Stripe Virus), dapat dilakukan dengan menanam benih yang bebas virus, menanam jenis yang tahan terhadap virus maupun kutu daun yang bertindak sebagai vektor virus, mengendalikan kutu daun dengan insektisida atau

mengendalikannya secara biologi.

2.4 Penyakit Kerdil Hampa

Gejala serangan penyakit kerdil hampa pada tanaman padi dapat dilihat dari Pelepah dan helaian daun yang memendek dan daun yang terserang berwarna kuning-jingga sampai kuning. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna putih sampai hijau pucat dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun. Gejala terjadi mulai dari ujung daun yang lebih tua. Daun menguning menipis bila daun yang lebih tuadterinfeksi, Malai yang terserang jarang menghasilkan gabah, menjadi pendek dan steril atau hanya sebagian yang berisi dengan gabah yang berubah warna. Pembungaan tanaman sakit tertunda dan pembentukan malai sering tidak sempurnad(Anonim,f2009).

Penyakit kerdil hampa yang menyerang pada tanaman padi disebut juga Penyakit tungro. Penyakit ini disebabkan oleh dua bentuk partikel virus tungro yang berasosiasi yakni virus batang (rice tungro bacilliform virus = RTBV) yang berukuran panjang 100 - 300 nano meter (nano meter = satu per sejuta mili meter) dan lebarnya 30 - 35 nano meter, sedangkan virus tungro bulat(rice tungro spherical virus = RTSV), bergaris tengah 30 nano meter (Anonim, 2009).

Dalam siklus hidupnya, Virus tungro dibawa oleh wereng hijau (Nephotetphix virescens) dengan mengisap tanaman sakit dan menyebarkannya melalui jaringan tanaman padi. Penularan penyakit pada wereng hijau berlangsung secara nonpersisten, yaitu segera terjadi dalam waktu 2 jam setelah mengisap tanaman, dan menimbulkan tanda serangan setelah 6-9 hari kemudian (Anonim, 2009).

Menurut Tjahjadi (2002), pengendalian terhadap virus tungro dapat dilakukan dengan cara menanam padi tahan wereng, mencabut dan memusnahkan tanaman yang terinfeksi, rotasi dengan tanaman palawija, menggunakan varietas yang tahan, eradikasi sumber infeksi dan budidaya tanaman sehat.

III. METODE PRAKTEK

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman mengenai Pengenalan Penyakit Bakteri dan Virus dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Waktu pelaksanaannya pada

hari Rabu, tanggal 11 November 2009, Pukul 14.00 sampai selesai.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, Pisau, Tisue, alat tulis menulis dan buku gambar.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Buah dan Batang pisang yang terserang Blood Disease Bacterium (BDB) akibat bakteri Pseudomonas solanacearum, Tanaman Tomat yang terserang Pseudomonas solanacearum, Tanaman Kacang Tanah yang terserang Peanut Mottle Virus (PMoV) dan Peanut Stripe Virus (PStV) serta Tanaman padi yang terserang virus tungro.

3.3 Cara Kerja

Mengambil dan mengamati spesimen tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu Buah dan Batang pisang yang terserang Blood Disease Bacterium (BDB) akibat bakteri Pseudomonas solanacearum, Tanaman Tomat yang terserang Pseudomonas solanacearum, Tanaman Kacang Tanah yang terserang Peanut Mottle Virus (PMoV) dan Peanut Stripe Virus (PStV) serta Tanaman padi yang terserang virus tungro. Kemudian menggambar spesimen tersebut secara jelas, lalu menuliskan keterangan morfologi yang diperoleh dari spesimen yang diamati.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Ket :

Gejala serangan (terlihat adanya cairan atau getah kental berwarna coklat kemerahan)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 49. Buah Pisang yang Terserang Penyakit Darah (Blood Disease Bacterium)

Ket :

Gejala serangan (bagian tengah batang terdapat bercak berwarna coklat kemerahan)


Gambar 50. Batang Pisang yang Terserang Penyakit Darah (Blood Disease Bacterium)



Ket :

Gejala serangan

(layunya beberapa daun muda atau menguningnya daun-daun tua, dari berkas pembuluh keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu)


Gambar 51. Tanaman Tomat yang Terserang Layu Bakteri yang Disebabkan Oleh Pseudomonas solanacearum



Ket :

Gejala serangan (belang-belang yang tidak teratur pada daun, Nampak seperti bercak hitam yang dikelilingi dengan cincin warna kuning )


Gambar 52. Tanaman Kacang Tanah yang Terserang PMoV (Peanut Mottle Virus)

Ket :

Gejala serangan (bilur yang tidak teratur, seperti garis/strip warna hitam yang mengikuti tulang daun)


Gambar 53. Tanaman Kacang Tanah yang Terserang PStV (Peanut Stripe Virus)



Ket :

Gejala serangan (daun yang terserang berwarna kuning-jingga sampai kuning serta adanya bercak coklat kehitaman pada bulir padi )


Gambar 54. Tanaman Padi yang Terserang Virus Tungro (Penyakit kerdil Hampa)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman pisang, baik pada buah pisang maupun batang pisang yang terserang penyakit darah yang disebabkan oleh Blood Disease Bacterium (BDB), menunjukkan adanya cairan atau getah kental berwarna coklat kemerahan pada buah pisang yang dibelah, serta menunjukkan adanya bercak berwarna coklat kemerahan pada bagian tengah batang pisang, seperti yang terlihat pada gambar 49.

Menurut Triharso (2004), Bakteri penyebab timbulnya penyakit darah pada pisang adalah bakteri “Pseudomonas solanacearum”. Penularan bakteri ini dapat terjadi karena tanaman pisang berasal dari bibit yang sakit, singgahnya serangga penyerbuk pada bunga (jantung) pisang, dan dapat pula melalui alat-alat pertanian dan aliran air.

Adapun pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan Sanitasi, Menerapkan sistem drainase yang baik, menggunakan peralatan yang steril/dibersihkan dulu, Pemupukan dengan bahan organik, Isolasi spot, serta Eradikasi (Anonim, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman tomat yang terserang bakteri Pseudomonas solanacearum, menunjukkan adanya gejala serangan seperti layunya beberapa daun muda atau menguningnya daun-daun tua, adanya bercak hitam pada berkas pembuluh batang. Seperti terlihat pada gambar 51.

Menurut Semangun ( 2004), Dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu. Adanya massa lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu fusarium. Olehnya penyakit layu bakteri sering juga disebut penyakit lendir. Dan jika batang, cabang atau tangkai daun tanaman sakit dibelah, maka akan tampak berkas pembuluh berwarna coklat.

Adapun pengendalian penyakit layu bakteri pada tomat yang disebabkan Pseudomonas solanacearum dapat dilakukan dengan cara Sanitasi, agar selalu bersih. Menerapkan sistem drainase yang baik, menggunakan peralatan yang steril/dibersihkan dulu. Pemupukan dengan bahan organik akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme antagonis untuk membunuh bakteri perusak (Anonim, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman kacang tanah yang terserang Peanut Mottle Virus (PMoV) menunjukkan adanya gejala serangan seperti bercak belang-belang yang tidak teratur pada daun, Nampak seperti bercak hitam yang dikelilingi dengan cincin warna kuning. Selanjutnya pada tanaman kacang tanah yang terserang Peanut Stripe Virus (PStV) menunjukkan adanya gejala serangan seperti bercak bilur yang tidak teratur, seperti garis/strip warna hitam yang mengikuti tulang daun, Seperti yang terlihat pada gambar 52.

Menurut Semangun (2004), Gejala serangan Peanut Mottle Virus (PMov) dapat dilihat dari belang-belang pada daun yang tidak teratur, berwarna hijau tua dan hijau muda, tulang-tulang daun agak melekuk, dan tepi daun agak menggulung keatas. Sedangkan Gejala serangan Peanut Stripe Virus (PStV) terlihat dari adanya garis-garis putus-putus (diskontinu), dan pada daun terjadi gejala mosaik yang berat, serta terdapat corak tertentu yang bilurnya meluas, sehingga mirip sekali dengan gejala penyakit belang.

Menurut Tjahjadi (2002), Pengendalian terhadap Peanut Mottle Virus (PMoV) dapat dilakukan dengan menanam bibit kacang tanah yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap penyakit belang, serta mengadakan pertanaman yang rapat agar kurang mendapat gangguan dari penyakit belang. Sedangkan pengendalian terhadap Peanut Stripe Virus (PStV), dapat dilakukan dengan menanam benih yang bebas virus, menanam jenis yang tahan terhadap virus maupun kutu daun yang bertindak sebagai vektor virus, mengendalikan kutu daun dengan insektisida atau

mengendalikannya secara biologi.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman padi yang terserang virus tungro, menunjukkan gejala serangan seperti adanya bercak coklat kehitaman pada bulir padi serta daun yang terserang berwarna kuning-jingga sampai kuning, Seperti yang terlihat pada gambar 54.

Gejala serangan penyakit kerdil hampa pada tanaman padi dapat dilihat dari Pelepah dan helaian daun yang memendek dan daun yang terserang berwarna kuning-jingga sampai kuning. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna putih sampai hijau pucat dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun. Malai yang terserang jarang menghasilkan gabah, menjadi pendek dan steril atau hanya sebagian yang berisi dengan gabah yang berubah warna. Pembungaan tanaman sakit tertunda dan pembentukan malai sering tidak sempurna (Anonim, 2009).

Menurut Tjahjadi (2002), pengendalian terhadap virus tungro dapat dilakukan dengan cara menanam padi tahan wereng, mencabut dan memusnahkan tanaman yang terinfeksi, rotasi dengan tanaman palawija, menggunakan varietas yang tahan, eradikasi sumber infeksi dan budidaya tanaman sehat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyakit tumbuhan adalah proses fisiologi yang tidak normal dalam badan tumbuhan, yang dapat menyebabkan kerugian langsung pada petani, karena dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hasil.

2. Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dengan ukuran sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri. Sedangkan Virus merupakan organisme subselular yang berukuran lebih kecil dari bakteri dan hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup, olehnya virus disebut parasit yang biotroph.

3. Secara umum, pengendalian yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bakteri dan virus dapat melalui Sanitasi, Penggunaan bibit sehat, pergiliran tanaman, memperbaiki pengairan, mengatur jarak tanam yang baik, Mencuci alat pertanian dan menjaga tanaman agar terhindar dari luka, Menanam benih yang

bebas virus, Mencabut dan memusnahkan tanaman yang terinfeksi.

5.2 Saran

Agar dalam pelaksanaan praktikum, penjelasan tentang penyakit yang menyerang tanaman dapat diuraikan secara lebih mendetail lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Panduan Penanaman Pisang. http://forumpertanian.8.forumer. com/a/panduan-penanaman-pisang.html. Diakses 13 November 2009

, 2009. Panduan Penanaman Pisang. http:// blogspot.com/2009/05/ panduan-penanaman-pisang.html. Diakses 13 November 2009

, 2009. Pengendalian Penyakit Darah Pisang. http://kliniktanaman.blogspot.com/2009/05/pengendalian-penyakit-darah-pisang .html. Diakses 13 November 2009

, 2009. Tungro. http//black-karma..blogspot.com/2009/03/ tungro. html. Di akses 13 November 2009

, 2009. Budidaya Hortikultura. http://www.tanindo.com/abdi18/ Budidaya Hortikultura.htm. Di akses 13 November 2009

, 2009. Layu Bakteri pada Tanaman Tomat http://karyamandiriprw.wordpress.com/2009/06/30/layu-bakteri-pada tanaman-tomat. Diakses pada tanggal 13 November 2009

,2009. Penyakit tumbuhan. http//naynienay.wordpress.com/penyakit tumbuhan. Di akses 13 November 2009

Semangun, H., 2004, Penyakit-Penyakit Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Tjahjadi, N., 2002. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanusius, Yogyakarta.